THE HOBBIT : THE DESOLATION OF SMAUG

Peter Jackson's The Hobbit The Desolation of Smaug

  • Directed by Peter Jackson
  • Cast : Martin Freeman, Ian McKellen, Richard Armitage, Orlando Bloom, Evangeline Lily, Luke Evans, Ken Stott, Aidan Turner, Lee Pace, Steven Fry, Sylvester McCoy, Benedict Cumberbatch

Setelah tahun lalu, Peter Jackson membawa kembali magis Middle Earth lewat The Hobbit : The Unexpected Journey – yang bisa dikatakan tampil cukup menghibur. Kini seri kedua kisah The Hobbit yang masih diadaptasi dari karya JRR Tolkien yang kali ini bertajuk The Desolation of Smaug muncul membawa lebih banyak ketegangan dan misteri yang mengikuti perjalanan para kurcaci merebut kembali tanah mereka yang dikuasai Naga raksasa bernapas api- Smaug.

Setelah peristiwa An Unexpected Journey, Bilbo Baggins (Martin Freeman), Gandalf (Ian McKellen) serta kedua belas dwarf pimpinan Thorin Oakenshield (Richard Armitage) melanjutkan perjalanan ke Lonely Mountain untuk merebut kembali harta & tahta negeri para kurcaci- Erebor yang selama 150 tahun dikuasai naga Smaug (suara oleh Benedict Cumberbatch). Dikejar segerombolan Orc pimpinan Azog yang ingin balas dendam pada bangsa dwarf, mereka pun tak punya pilihan selain melewati hutan Mirkwood– yang berbahaya dan menyesatkan dengan ilusinya.

Sesaat sebelum memasuki Mirkwood, Gandalf meninggalkan rombongan untuk misi penting sendiri yakni menyelidiki Necromancer– sebuah spirit gelap yang mulai menguat di Dol Guldur (yang kita tahu nantinya jadi cikal bakal musuh besar dari trilogi LOTR). Thorin pun memimpin rombongannya memasuki hutan Mirkwood yang siap mengancam nyawa mereka, selain itu para dwarf akan berjumpa dengan ‘musuh bebuyutan’ mereka- bangsa elf penguasa Mirkwood pimpinan Trandhuil (Lee Pace), disinilah jasa Bilbo dengan bantuan ‘the ring’– nya sangat membantu para dwarf untuk mencapai Gunung Sunyi dan merebut Arkenstone dari Smaug.

Evangeline Lily in The Hobbit The Desolation of Smaug

The Desolation of Smaug dimulai dengan ritme cepat dan berakhir menggoda kita untuk seri ketiga. Yang menarik, Jackson memilih menambahkan dosis kecil ‘kisah asmara’ dan kedalaman emosional- yang tak ada di bukunya. Walau tak benar-benar perlu, setidaknya akhirnya kita bisa mulai peduli karakter. Sementara, Pertemuan dengan Smaug- titik fokus film ini, meski memakan waktu sekitar 2 jam untuk sampai saat itu, scene tersebut dikemas begitu menarik. Upaya gabungan dari Weta Digital dan Benedict Cumberbatch (yang tak hanya mengisi suara, tapi juga motion capture untuk animasi wajah Smaug) berpadu apik bersama totalitas komik Martin Freeman.

Adegan Pengejaran para Orc & Elf dengan para dwarf yang memasuki gentong/ barel menyusuri sungai merupakan salah satu scene paling menarik, menampilkan koreografi cepat memadukan ketegangan dan kelucuaan. Dari segi visual, frame Rate tinggi dan efek 3D tidak melakukan apapun untuk ‘mengangkat’ film ini. Saya tak mengerti mengapa Peter Jackson menciptakan segala sesuatu dengan CGI atau digital, bukan set tradisional, make-up, dan model seperti dalam LOTR. Hal ini jelas membuat The Hobbit ‘sangat kurang hidup’. Lihatlah adegan Orc yang ditangkap Legolas, dimana dimainkan oleh aktor betulan- sungguh terasa lebih riil dan mengerikan.

Freeman, McKellen, dan Armitage tampil makin kuat meneruskan peran masing-masing dari seri pertama, sementara beberapa dwarf diberi peran yang lebih menonjol terutama Kili (Aidan Turner) dan Balin (Ken Scott) juga tampil baik. Di deretan pemain baru, Luke Evans menawan sebagai Bard– nelayan yang akan jadi tokoh kuci di seri terakhir(?). Evangeline Lilly sebagai elf wanita- Tauriel- karakter yang diciptakan sepenuhnya oleh Jackson dan penulis skenario Fran Walsh, sukses mencuri perhatian penonton. Sementara Orlando Bloom menggambarkan variasi sedikit naif dari sosok Legolas yang sudah kita kenal lama, menikmati beberapa sekuens action over- the-top tapi sangat menarik.

Pada Akhirnya, The Hobbit: The Desolation of Smaug muncul sebagai sebuah epik fantasi yang lucu dan memikat (baca : benar-benar menghibur), mengajak penonton merasakan kambali petualangan di semesta Middle Earth. Jika The LOTR trilogy begitu tak terbantahkan kehebatannya sebagai tiga film karena bersumber dari tiga buku yang besar dan kuat, sementara The Hobbit trilogi harus mencoba untuk mencocokkan kedalaman kuat karakter, gravitas emosional, dan kemegahan epik Lord of the Rings trilogi. Itu tidak akan berhasil karena buku aslinya-tidak dimaksudkan begitu. Tak pelak, perbandingan akan dibuat. Dan kini, The Hobbit jauh di belakang dan berusaha mati-matian untuk mengejar ketinggalan. Well, we’ll see.

Orlando Bloom in The Hobbit The Desolation of Smaug

Grade : B

27 thoughts on “THE HOBBIT : THE DESOLATION OF SMAUG

    • Nugros C December 19, 2013 / 4:02 am

      delayed for an hour i guess, 🙂 (kepencet)
      but now, here it is…
      still, very entertaining movie

  1. agus setiawan December 16, 2013 / 4:38 pm

    Kecewa -meski gak berat- dgn hasil film ini. Action yg diharapkan gak sesuai perkiraan. Entah baca dimana, katanya hobbit 2 tampil dgn action lebih dahsyat. Gak taunya….

    Gw rasa alur cerita dr mirkwood sampe smaug keluar kandang erebor selama 2,5 jam kelamaan. Ekspektasi gw azog mati atau smaug kalah (kabur) di chapter 2 ini. Gak taunya smua serba nanggung…

    Padahal lotr 2 (two tower) bnr2 sesuai janji tuk memberi aksi dahsyat dibanding lotr 1. Jd kgn adegan perang dahsyat di benteng helms deep.

    Soal roman segita tauriel, killi n legolas juga maksain amat. Bagaimana mgkn tauriel yg semula sinis ama dwarf lgsg jatuh hati n bela2in meninggalkan mirkwood? demi killi? atau idealismenya?

    Tp ttp aja meski aja mnrt gw film ini jauh dr harapan, msh layak di koleksi versi brripnya dan ditunggu film pamungkasnya “there and back again”.

    • Nugros C December 19, 2013 / 4:15 am

      sebenernya sudah lebih banyak sekuens actionnya sih disini daripada yg pertama, .

      dan ‘sepertinya disengaja’ juga untuk diciptakan subplot diluar ‘rombongan ‘ yg menuju Lonely Mountain, misal Kili dan 2 kurcaci lain yg ditinggal di kota danau, seolah olah ini subplot Merry-Pippin di Two towers, blum lagi kisah ‘asmara’-nya Tauriel…(yang memang tak ada di bukunya)

      Soal Tauriel yg suka Kili, yah…saya sih enjoy aja dengan subplot ini, karena ya mereka bisa bikin kita sebagai penonton ‘peduli’ pada karakter tersebut–hal yg saya ngga dapet di An Unexpected Journey 😦
      Tapi ya memang kalau dipikir logis, mengingat hubungan Elf- dwarf yang sudah saling benci turun temurun, memang terkesan maksa ya… 🙂

    • fia September 29, 2014 / 6:11 am

      kalo punya file filmnya, tolong kirim dnk,,

  2. lazione budy December 17, 2013 / 4:35 am

    terlalu banyak tambahan yg dimunculkan malah ga tentu arah.
    bagusan yg pertama

    • Nugros C December 19, 2013 / 4:18 am

      yeah..bisa dikatakan subplot tambahan itu buat ngisi durasinya juga sepertinya, seperti yang saya tulis di paragraf terakhir..1 buku (kecil) jadi 3 film (?)

      but, to me…lebih suka yang kedua ini daripada yang pertama 🙂

  3. antondewantoro December 17, 2013 / 5:44 am

    Ada kata ‘cukup’ yang dilupakan Peter Jackson. Ketika LOTR cukup sukses harusnya dia bisa mencukupkan diri lalu bergerak mengeksplorasi hal – hal baru. Menurut saya The Hobbit sedikit mencederai mahakarya LOTR. Dan semakin dibuat panjang semakin turun mutunya secara keseluruhan. Seperti sinetron Tersanjung saja.

    • Nugros C December 19, 2013 / 4:24 am

      Sejujurnya saya tidak masalah kalau Jackson mau mengeksplor kisah lain dari semesta Tolkien, even The Hobbit ini..
      Cuma yang jadi problem kemudian ketika Jackson (atau ‘someone behind him’) terobsesi dengan komersialisme,,yang mana harusnya bisa nih film dibikin satu film saja dan diseriusin, saya rasa bakal ‘huge’ banget..
      tapi ya itu dia sayangnya…jadi 2 film (rencana awalnya)..dan sekarang malah 3 ? semua jadi serasa ditumpuk sekaligus diulur (waduh, pegimane tuh 😛 )

  4. Daniel December 27, 2013 / 8:04 pm

    Argh pengen nonton, belom nonton Hobbit 1 sih, tp penasaran sama yang ini soalnya ada Evangeline Lilly, hehe maklum, fans Lost. :p

    • Nugros C January 2, 2014 / 4:17 am

      Can’t believe u haven’t seen the 1st one… 🙂
      Sebenernya kalau ane inget -inget lagi,tanpa nonton yang pertama bakal ‘bisa’ ngikutin yang ini kok …serius.

      Tapi ya biar afdol,liat yang pertama dulu mungkin…

  5. kendinanti January 13, 2014 / 7:41 am

    Jelas sudah kenapa ada dwarf yang ganteng. Ternyata karena ada kisah cintanya.

    • Nugros C February 4, 2014 / 1:58 am

      Waktu seri pertama ane juga heran, kenapa ini beda sendiri wujudnya…sama Thorin juga sih, tapi kalau Thorin, pahamlah, dia hero-nya jadi kudu ‘menarik’

      But, Kili?
      sekarang baru ketauan.. ^^

  6. Cintya Wulandari (@cintyawlndr) February 17, 2014 / 1:19 pm

    Memang ga sekeren trilogi lotr tapi mayan lah,cuman emang maksain bgt yang love storynya tairiel-kili-legolas. memang karakter legolas ditambahin karena bakal narik fans kaum kali ya

  7. destini February 20, 2014 / 11:16 am

    seri kedua The Hobbit memang rasanya kurang greget. Ekspetasiku sih lebih wow dari seri pertama. But, overall it’s a good movie.
    jujur aja, habis nonton seri ke 2 (yang endingnya nanggung banget) akhirnya aku baca bukunya juga. Soalnya penasaran banget endingnya gimana.
    dan sempat heran juga, di bukunya nggak ada kisah cinta Killi dan touriel. Nah, di filmnya Touriel sampai dibela-belain mengejar Killi ke kota danau. Tapi nggak apa-apa lah, cerita cinta mereka ibaratkan saja sebagai bumbu penyedap biar punya rasa yang berbeda 😀

    • Nugros C September 13, 2015 / 12:51 am

      Ya selain penyedap, itu kisah cinta segitiga kaya dibikin supaya ada alasan masukin Legolas ke cerita ini. Karena gimana lagi, sejatinya itu kan buku tipis dengan cerita simpel- eh dibikin trilogi, jadi banyak yang diada-adain deh.

  8. meta fitrin harisno (@metmovies) April 6, 2014 / 11:09 pm

    Menurutku, seri kedua ini jauh lebih menarik daripada part 1-nya kemarin. Dari segi cerita lebih berbobot dan gelap. Akting para pemain juga lebih tergali secara maksimal (apalagi si Lee Pace yang beberapa kali bikin speechless), juga Martin Freeman yng sukses menampilkan Bilbo sebagai seorang yang gesit dan cerdik. Untuk unsur teknis yang lain seperti musik, tata kamera, editing, dll no complaint.

    Untuk kisah cinta-nya sih aku rasa emang agak dipaksain (secara di bukunya ga ada secuilpun yang menjurus ke arah itu). But, masih cukup ok kok.

    Perbandingan memang akan selalu dibuat. Apalagi LOTR sudah lebih dulu mengangkasa dan menjadi legenda. Ga ada yang salah jika seorang Peter Jackson mau mengeksplor lebih jauh dan dalam tentang semesta Middle Earth. Jika The Hobbit sudah selesai, kemungkinan untuk memfilmkan judul seperti The Silmarillion bisa jadi cukup terbuka. Hanya saja, kita tentunya berharap agar kisah-kisah berikutnya ini bener-bener dibuat bagus dan ga asal juga ga maksa.

    I rate the movie : 8

    • Nugros C September 13, 2015 / 12:54 am

      Sip, Kak Meta.
      Walau rasanya ketika nonton seri akhir (trilogi) The Hobbit ini jadi agak antiklimaks.
      🙂

  9. Athat Tay April 13, 2014 / 11:00 am

    napa the hobbit tidak ada ending nya… film panjang skali kayak film india tp masi pake to be contineu itu yg gk enak banget… penasaran…. perang juga lom dimulai dah abis payah ya… tp film nya mayanlah

    • Nugros C September 13, 2015 / 12:55 am

      Resiko trilogi sepertinya, walau sumbernya bukan sebuah trilogi sih.

  10. Adit Mc August 19, 2014 / 6:59 am

    yang ngomong kecewa diatas kayaknya belum pernah baca novelnya deh..karena bukan itu masalahnya..
    ya emang ga bisa disamakan dengan LOTR karena situasi dan background plotnya sangat berbeda karena ini prequel bukan sequel ya jelas ga bisa ngikutin LOTR..menurut ane sih cukup bagus walaupun agak kecewa karena petualanganya lebih kerasa yg pertama..plus lagi theme song/ost the hobbit pertama ..kenapa ga ada ya?? ga kaya LOTR ynag punya ciri khas..
    karena dari LOTR 1-3 itu2 aja ostnya sehingga menimbulkan kesan terhadap LOTR

    • Nugros C September 13, 2015 / 12:57 am

      Yup, seperti ane bilang comparison itu ga bisa terelakkan karena sumber cerita dan filmmaker-nya sama. Plus ketika Jackson & Boyens memutuskan bikin The Hobbit jadi trilogi.

  11. bambang April 30, 2015 / 1:25 pm

    wah film bagus..
    ane nonton 1,2,3 ga puas puas…efeknya bagus
    lotr
    hobbit

  12. leonardfresly May 29, 2015 / 10:17 am

    Harapan ketinggian mengharapkan hobbit akan seperti LOTR

  13. Syarifah Dhira December 1, 2015 / 7:07 pm

    Down grade banget kalo dibandingin sama trilogi LOTR 😦 Saya yakin Peter Jackson aja paling udah bosen denger komentar kaya gini, tapi mau gimana lagi.. Yah, walaupun kalo diliat totalnya masih keren sih, cuma emang pembandingnya terlalu keren! Wow, Peter Jackson, tandingan terkuat buat dirinya, ya dirinya sendiri.

    • Nugros C December 26, 2015 / 12:05 am

      Setuju. Kritik yg adil sebenernya mengingat Jackson sendiri yg memutuskan membuat the Hobbit jadi trilogi (yg mana melihat sumbernya , harusnya 1 film udah cukup). Kelihatan disini dia keteteran dengan narasi yg dia rangkai sendiri.

      Dan yeah….CGI yang terlalu over memang amat mengganggu, so…

Leave a comment